Sabtu, 13 Oktober 2012

Peningkatan Identitas Nasional Melalui Politic Participatory

Posted by

Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 - 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy.
Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya mengharapkan partisipasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masing-masing". Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan.
Di lain sisi dikenal istilah Perilaku politik atau (Inggris: Politic Behaviour) yang merupakan suatu perilaku yang dilakukan oleh insan/ individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Seorang individu/ kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik. Adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
• Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
• Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
• Ikut serta dalam pesta politik
• Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
• Berhak untuk menjadi pimpinan politik
• Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
Sumber perilaku politik pada dasarnya adalah budaya politik, yaitu kesepakatan antara pelaku politik tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kesepakatan ini tidak selalu bersifat terbuka, tetapi ada pula yang bersifat tertutup. Kesepakatan untuk menerima amplop setiap kali dilakukan pembahasan RUU merupakan kesepakatan gelap (illicit agreement). Membayar "uang pelicin" kepada para petinggi politik untuk mendapatkan dukungan partai dalam rebutan jabatan bupati, wali kota, dan gubernur merupakan tindakan yang dianggap sah dalam budaya politik kita kini. Suatu budaya politik biasanya berlaku selama periode tertentu. Ketika datang perubahan penting dalam konstelasi politik, datang pula para pelaku baru dalam gelanggang politik, terbukalah kesempatan untuk memperbarui budaya politik.
Di negara kita budaya politik para perintis kemerdekaan berbeda dari budaya politik pada zaman demokrasi parlementer, dan ini berbeda dengan budaya politik yang tumbuh dalam zaman Orde Baru. Zaman reformasi ini juga melahirkan budaya politik baru, yang kemudian melahirkan perilaku politik yang menyusahkan banyak orang. Di sementara kalangan budaya politik kita disebut dengan "budaya politik aji mumpung". Dalam memahami bentuk perilaku politik, dapat dipergunakan pendekatan respon politik (behavioralisme), yang mengetengahkan partisipasi politik, baik secara historis, sosiologis, tradisional dan lainnya. Partisipasi politik adalah perilaku luar individu warga negara yang bisa diamati dan bukan merupakan perilaku dalam yang berupa sikap atau orientasi. Bentuk partisipasi politik dibedakan menjadi kegiatan politik konvensional (normal dalam demokrasi modern) dan non-konvensional (legal maupun illegal, penuh kekerasan dan revolusioner).
Dalam partisipasi politik, berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Untuk membangun interaksi antara pemerintah dan masyarakat diperlukan proses, partisipasi dan kontribusi (interaksi timbal balik). Dan peningkatan partisipasi politik, baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kunci demokrasi.Budaya politik merupakan orientasi psikologis terhadap obyek sosial yang meliputi aspek kognitif, afektif dan evaluatif yang ditujukan kepada sistem politik secara umum. Atau, secara praktis, budaya politik merupakan seperangkat nilai-nilai yang menjadi dasar para aktor untuk menjalankan tindakan-tindakan dalam ranah politik. Latar budaya politik beraneka ragam, antara lain terdiri atas: ras, etnik, adat, bahasa, agama dan lain sebagainya. Dengan keragaman latar budaya politik tersebut dimungkinkan muncul sengketa politik, yang umumnya berkisar pada kepentingan ekonomi, kekuasaan, dan masalah-masalah khusus misalnya hak-hak warga negara. Penyelesaian persengketaan sulit dilakukan apabila hanya mengakomodasi kepentingan salah satu kepentingan. Maka, diperlukan kesadaran dan partisipasi politik yang bijak untuk mengatasinya.
Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Partisipasi politik sangat terkait erat dengan seberapa jauh demokrasi diterapkan dalam pemerintahan. Negara yang telah stabil demokrasinya, maka biasanya tingkat partisipasi politik warganya sangat stabil, tidak fluktuatif. Negara yang otoriter kerap memakai kekerasan untuk memberangus setiap prakarsa dan partisipasi warganya. Karenanya, alih-alih bentuk dan kuantitas partisipasi meningkat, yang terjadi warga tak punya keleluasaan untuk otonom dari jari-jemari kekuasaan dan tak ada partisipasi sama sekali dalam pemerintahan yang otoriter. Negara yang sedang meniti proses transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi galib disibukkan dengan frekuensi partisipasi yang meningkat tajam, dengan jenis dan bentuk partisipasi yang sangat banyak, mulai dari yang bersifat “konstitusional” hingga yang bersifat merusak sarana umum.
Karena begitu luasnya cakupan tindakan warga negara biasa dalam menyuarakan aspirasinya, maka tak heran bila bentuk-bentuk partisipasi politik ini sangat beragam. Secara sederhana, jenis partisipasi politik terbagi menjadi dua: Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri (PPIM, 2001).
Di negara demokrasi, partisipasi dapat ditunjukan diberbagai kegiatan. Biasanya dibagi–bagi jenis kegiatan berdasarkan intensitas melakukan kegiatan tersebut. Ada kegiatan yang yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri besar sekali jumlahnya dibandingkan dengan jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok kepentingan.
Negara berkembang adalah negara–negara baru yang ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dari negara maju, salah satunya Negara Indonesia. Hal ini dilakukan karena menurut mereka berhasil atau tidaknya pembangunan itu tergantung dari partisipasi rakyat. Peran sertanya masyarakat dapat menolong penanganan masalah-masalah yang timbul dari perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, agama dan sebagainya. Pembentukan identitas nasional dan loyalitas diharapkan dapat menunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.
Di beberapa negara berkembang partisipasi bersifat otonom, artinya lahir dari diri mereka sendiri, masih terbatas. Oleh karena itu jika hal ini terjadi di negara-negara maju sering kali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap pengelolaan kehidupan politik. Tetapi jika hal itu terjadi di negara berkembang, tidak selalu demikian halnya. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi menghadapi masalah bagaimana caranya meningkatkan partisipasi itu, sebab jika tidak partisipasi akan menghadapi jalan buntu, dapat menyebabkan dua hal yaitu menimbulkan anomi atau justru menimbulkan revolusi.
Sedangkan Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan kehidupannya.(Wibisono Koento : 2005) Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat. Identitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas.

Senin, 01 Oktober 2012

Jaringan Kerja Komunikasi

Posted by

Saluran yang dilalui oleh aliran informasi adalah sangat penting ketika kita memasuki kelompok-kelompok yang lebih dari dua atau tiga orang. Cara sebuah kelompok menata dirinya akan menentukan kemudahan dan kemampuan dimana angggota-anggotanya dapat menyampaikan informasi.
Jaringan Kerja Formal Kelompok Kecil
Sebagian besar studi tentang jaringan kerja komunikasi telah dilakukan dalam kelompok yang dibuat dalam setting sebuah laboratorium. Akibatnya,kesimpulan dari penelitian cenderung terhambat oleh setting buatan tersebut dan terbatas untuk kelompok kecil. Tiga tipe umum jaringan dengan kelompok kerja yang kecil ditunjukkan dalam Peraga 9-2 yang terdiri atas rantai jaringan, roda dan semua saluran. Rantai dengan kaku mengikuti rantai perintah formal. Jaringan roda komunikasi berjalan bergantung kepada pimpinan yang bertindak selaku pemimpin bagi seluruh komunikasi kelompok tersebut. Saluran utama memungkinkan seluruh anggota kelompok untuk berkomunikasi secara aktif satu sama lainnya. Saluran utama jaringan kerja sering dikarakteristikkan dalam pelatihan oleh satuan kerja pemecahan masalah, dimana seluruh anggota kelompok bebas untuk berpartisipasi.
Keefektifan dari setiap model jaringan kerja tergantung pada tujuan masing-masing kelompok. Contohnya, jika kecepatan merupakan hal yang diutamakan, maka jaringan kerja roda dan jaringan kerja semua saluran menjadi yang peling efektif. Untuk ketepatan, pilihlah jaringan kerja rantai atau roda. Jaringan kerja roda adalah pilihan terbaik untuk memungkinkan para pemimpin untuk menjadi yang terdepan. Dan jika kepuasan anggota yang diutamakan, maka jaringan kerja saluran utama adalah yang terbaik dan roda adalah yang terburuk. Yang penting adalah bahwa tidak ada satupun jaringan kerja menjadi yang terbaik pada semua kesempatan.
Peraga 9-2
3 Macam jaringan kerja pada kelompok kecil yang umum.
Text Box: Rantai (Chain)  Roda (Wheel)  Semua saluran (All-Channel)

Jaringan Komunikasi Kelompok Informal
Sistem komunikasi formal bukan satu-satunya sistem komunikasi dalam kelompok atau organisasi. Ada juga sistem komunikasi informal, dimana informasi mengalir seiring dengna isu-isu yang populer dan gosip yang berkembang.
Sebuah penelitian klasik tentang isu dilakukan 40 tahun yang lalu. Peneliti menyelidiki pola komunikasi diantara 67 orang dalam jajaran manajemendi sebuah perusahaan industri kecil. Pendekatan dasar yang digunakan adalah mempelajari bagaimana setiap penerima informasi pertama kali menerima sebuah informasi dan kemudian menelusurinya kembali ke sumbernya. Ditemukan bahwa meskipun isu merupakan sumber informasi yang penting, hanya 10% dari para eksekutif tersebut  yang mau menjadi perantara dalam memberikan informasi tersebut ke lebih dari satu orang. Sebagai contoh, ketika seorang eksekutif memutuskan untuk mengundurkan diri guna bergabung dalam bisnis asuransi, dari 81% eksekutif yang mengetahui hal tersebut, hanya 11% yang menyampaikan informasi ini kepada rekan-rekannya yang lain.
Ada dua kesimpulan lain dari penelitian ini yang patut diperhatikan. Pertama informasi tentang hal yang menyangkut kepentingan imum cenderung mengalir diantara kelompok fungsional utama (bagian produksi, bagian penjualan) dan bukan di dalam masing-masing bagian itu sendiri. Kedua, tidak ada bukti yang menguatkan bahwa suatu kelompok secara konsisten bertindak sebagai perantara informasi, ada kecenderungan jenis informasi, yang berbeda disampaikan oleh perantara yang berbesa pula.
Sebuah upaya untuk mengulang penelitian ini dikalangan pegawai pada sebuah kantor pemerintahan uga menemukan bahwa hanya 10% dari pegawai yang bertindak sebagai penyampai informasi. Penemuan in menarik, karena penerapan ulang tadi mencakup spektrum yang lebih luas, mencakup pegawai dan staf manajerial. Namun, arus informasi di kantor pemerintahan tersebut bergerak di dalam kelompok fungsional dan bukan di antara berbagai kelompok fungsional.  Diasumsikan bahwa variasi ini boleh jadi muncul karena perbandingan sampel kelompok eksekutif saja atas sampel yang juga melibatkan pegawai biasa. Para manajer, misalnya sangat mungkin merasa lebih tertekan ketika terus-menerus mendapat arus informasi lalu kemudian berinteraksi dengan orang-orang yang berada diluar kelompok fungsional mereka. Juga, berbeda dengan sejumlah penemuan dari permulaan penelitian ini. Pengulangan penelitian tersebut  menemukan bahwa sekelompok orang konsisten bertindak sebagai penyampai informasi di kantor pemerintahan tersebut.
Apakah informasi yang berupa isu dapat dikatakan akurat? Bukti memperlihatkan bahwa sekitar 75% dari informasi yang dibawa itu benar. Tetapi kondisi seperti apakah yang mendukung isu tersebut aktif? Apa yang menyebabkan rumor selalu beredar?
Sering diasumsikan bahwa rumor muncul karena biasanya menyebabkan adanya gosip yang menarik. Hal in jarang terjadi. Rumor muncul sebagai respons terhadap terhadap situasi-situasi yang penting bagi kita, dimana ada ambiguitas, dan kondisi yang memunculkan kekhawatiran. Kenyataannya suasana kerja sering mencakup 3 unsur ini yang menyebabkan rumor berkembang di organisasi. Kerahasiaan dan persaingan yang biasanya ada di organisasi-organisasi besar−sekitar permasalahan pengangkatan pemimpin baru, pemindahan kantor, keputusan pengurangan tenaga kerja, dan penggabungan kembali tugas-tugas kerja−menciptakan kondisi yang mendorong dan berkembangnya rumor pada pembicaraan slentingan. Suatu rumor akan terus bertahan hingga keinginan dan harapan yang menciptakan ketidakmenentuan dibalik rumor tadi dapat dipenuhi, atau hingga tingkat kekhawatiran berkurang.
Apa yang dapat kita simpulkan dari diskusi diatas? Tentu saja, ppembicaraan slentingan merupakan suatu bagian yang penting dari kelompok atau organisasi mana saja dan dapat dimengerti. Pembicaraan slentingan membantu para manajer dalam mengidentifikasi apa saja isu yang dianggap penting oleh para karyawan dan yang menombulkan kekhawatiran. Oleh karenanya, pembicaraan slentingan berfungsi sebagai penyaring dan mekanisme umpan-balik, untuk memilih isu-isu yang dianggap relevan bagi karyawan. Bsgi para karyawan, pembicaraan slentingan sungguh berharga guna menerjemahkan komunikasi formal mereka ke jargon kelompok mereka sendiri. Mungkin lebih dari itu, dari sudut pandang manajerial mungkin sekali dilakukan analisis terhadap informasi dari pembicaraan slentingan dan memperkirakan arusnya, meskipun hanya sejumlah kecil orang (sekitar 10%) yang secara aktif menyampaikan informasi ke lebih dari 1 orang. Dengan mencermati pihak perantara mana yang akan menganggap suatu informasi itu relevan, maka kita dapat meningkatkan kemampuan kita dalam menjelaskan dan memperkirakan pola pembicaraan slentingan.
Hambatan Komunikasi yang Efektif
Sejumlah hambatan dapat memperlambat atau mengacaukan komunikasi yang efektif. Dalam bagian ini kita akan menyoroti enam dari hambatan-hambatan tersebut.
Penyaringan (Filtering)
Penyaringan mengacu pada manipulasi informasi secara sengaja oleh pengirim berita sehingga informasi tersebut akan tampak lebih menyenangkan bagi penerima informasi. Sebagai contoh ketikaseorang manajer memberitahukan kepada atasannya tentang apa yang menurutnya ingin didengar oleh atasannya, berarti ia telah melakukan penyaringan.
Persepsi Selektif
Kita telah menyinggung tentang persepsi selektif dalam buku ini. Permasalahan ini muncul lagi karena si penerima informasi, dalam proses komunikasi, melihat dan mendengar sesuatu dengan selektif berdasarkan pada kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik kepribadian lainnya. Penerima informasi juga dipengaruhi oleh kepentingan dan harapan-harapannya dalam proses komunikasi ketika ia menerjemahkan informasi. Pewawancara kerja yang mengharapkan calon karyawati yang mengutamakan keluarga diatas karier cenderung melihat prioritas tersebut pada calon karyawati, tidak peduli apakah calon karyawati tersebut berpikiran demikian atau tidak. Sebagaimana yang telah diutarakan dalam Bab 3, kita tidak melihat realitas melainkan menafsirkan apa yang kita lihat dan menyebutnya sebagai realitas
Gaya Gender
Laki-laki dan perempuan menggunakan komunikasi lisan untuk alasan yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, jenis kelamin menjadi hambatan bagi komunikasi yang efektif antara kedua jenis kelamin tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria menggunakan bahasa lisan untuk menekankan status, sedangkan wanita menggunakannya untuk menciptakan suatu hubungan. Maksudnya adalah, pria berbicara dan mendengar bahasa status dan kemandirian. Sedangkan wanita berbicara dan mendengar bahasa hubungan dan keakraban. Jadi, bagi banyak pria, percakapan lisan merupakan alat utama untuk menjaga kemandirian dan status dalam hierarki sosial. Bagi banyak wanita, percakapanlisan merupakan bentuk negosiasi untuk saling mendekatkan hubungan yang dengannya orang berupaya untuk mencari dan memberi informasi dan dukungan. Sebagai contoh, pria seringkali mengeluh  bahwa wanita selalu berbicara tentang problem mereka. Wanita mengkritik pria atas sikap tak mau mendengarkan suatu permasalahan, mereka ingin menegaskan keinginan mereka untuk bisa mandiri dan berkuasa dengan jalan memberi solusi-solusi. Di pihak lain suatu cara untuk meningkatkan kedekatan pada seseorang. Wanita mengetengahkan permasalahan untuk mendapatkan dukungan dan hubungan, dan bukan untuk mendapatkan nasihat kaum pria.
Emosi
Perasaan penerima informasi pada saat menerima pesan komunikasi akan mempengaruhi cara dia menafsirkannya. Pesan yang sama yang diterima tatkala anda sedang marah atau bingung akan ditafsirkan berbeda ketika anda sedang senang. Emosi-emosi yang ekstrem seperti perasaan senang atau perasaan tertekan sangat berkecenderungan menghambat komunikasiyang efektif. Dalam kejadian-kejadian seperti itu, kita cenderung untuk tidak mempedulikan rasio dan cara berpikir kita yang objektif lalu menggantikannya dengan penilaian yang emosional.
Bahasa
Kata-kata mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya adalah tiga dari sekian banyak lagi variabel yang jelas mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang dan definisi yang diberikannya terhadap kata-kata. Bahasa William F. Buckley Jr., jelas-jelas berbeda dari bahasa pekerja pabrik yang hanya memperoleh ijasah SMU. Orang yang disebut terakhir ini tak ayal menemui hambatan dalam memahami kosa kata Buckley. Di sebuah perusahaan, para karyawan biasanya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Lebih lanjut lagi nantinya pengelompokan karyawan ke dalam berbagai departemen menyebabkan adanya para spesialis yang membuat jargon mereka sendiri atau bahasa teknis. Di organisasi-organisasi yang besar, para anggotanya sering tersebar luas secara geografis bahakn beroperasi di negara yang berbeda-beda. Orang-orang di setiap tempat akan menggunakan istilah dan frase-frase yang hanya ada di tempat mereka. Keberadaan jenjang vertikal juga dapat menyebabkan kendala bahasa. Sebagai contoh, perbedaan arti dari kata intensif  dan quota di dapati dalam tingkatan yang berbeda dalam manajemen. Para manajer tingkat atas kadang-kadang berbicara tentang kebutuhan akan intensif dan quota, namun istilah-istilah ini menyiratkan adanya manipulasi dan menyebabkan ketidaksenangan di kalangan manajer tingkat bawah.
Permasalahannya adalah bahwa meskipun anda dan saya berbicara dengan bahasa umum, yaitu bahasa Inggris, namun penggunaan kita terhadap bahasa tersebut sangatlah tidak sama. Jika kita tahu bagaimana diri kita memodifikasi bahasa, maka kesulitan-kesulitan komunikasi dapat diminimalkan. Masalahnya adalah bahwa para anggota suatu organisasi biasanya tidak tahu bagaimana orang yang mereka ajak berinteraksi telah memodifikasi bahasanya. Para pengirim informasi cenderung berasumsi bahwa kata-kata dan istilah-istilah yang mereka gunakan memiliki arti yang sama dengan yang dipahami oleh penerima informasi. Asumsi ini sering tidak tepat.
 Petunjuk Nonverbal
Di awal kita telah menyinggung bahwa komunikasi nonverbal merupakan cara yang penting bagi orang untuk menyampaikan pesan. Namun, komunikasi nonverbal hampir selalu diiringi dengan komunikasi lisan. Selama bersesuaian, keduanya akan saling menguatkan. Kata-kata pimpinan saya menunjukkan bahwa dia marah, nada suara dan gerakan tubuhnya menunjukkan kemarahan, jadi saya dapat menyimpulkan secara tepat, bahwa dia sedang marah. Namun demikian, ketika   petunjuk nonverbal tidak bersesuaian dengan pesan lisan, maka penerima informasi akan bingung dan pesan akan menjadi tidak jelas.