Kamis, 16 September 2010

Return & Developing of Trust terhadap Nasabah melalui Konsep Personal & Social Strength Study Chase of LPS

Posted by with No comments

Pendahuluan

Dewasa ini, industri perbankan menjadi salah satu komponen market yang paling penting dan dominan dalam rangka memelihara keseimbangan, kesatuan, dan progress perekonomian nasional. Hingga kini peningkatan nasabah yang telah menginvestasikan sebagian bahkan semua kekayaannya untuk disimpan di bank hampir 15% - 60% dari hasil persentase masing-masing bank. Mereka berharap mendapatkan jaminan keamanan atas penyimpanan activanya. Berbeda dengan pihak penerima simpanan atau bank, dana tersebut diolah dengan manajemen bank sendiri untuk beberapa tujuan. Salah satu tujuannya adalah untuk menyejahterakan masyarakat sekitar.

Seiring berjalannya waktu, manajemen bank pun tak luput dari kelalaian dan kesalahan. Sehingga tak jarang dana yang diinvestasikan oleh nasabah tak dapat dikembalikan oleh pihak bank. Seperti yang terjadi pada tahun 1997/ 1998, krisis keuangan secara global telah membuat keresahan dan keraguan bagi para nasabah akan keamanan simpanannya. Hal ini sangat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan. Oleh karena itu, pada tahun 2005 dibentuklah program penjaminan simpanan yang diatur pada Undang - Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).(www.bpkp.go.id)

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah melalui skim asuransi dan deposito. Tugas umumnya adalah untuk memberikan jaminan simpanan kepada nasabah berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang berkenaan dengan kondisi bank itu sendiri. Aktivitas LPS ialah melaksanaan penjaminan simpanan, menerima informasi mengenai bank bermasalah dari Bank Indonesia, mengkoordinasikan penyelesaian atau penanganan bank gagal dengan Bank Indonesia, dan mengkoordinasikan tindakan lanjutan untuk penanganan bank yang dicabut ijin usahanya, serta menetapkan tingkat bunga yang wajar dalam rangka pembayaran klaim penjaminan. (SKB_BI_LPS_221009)

Namun di penghujung tahun 2008/2009, terjadi banyak kasus keuangan contohnya kasus “Bank Century”. Hal ini menyebabkan krisis kepercayaan (crisis of trust) kembali meningkat. Terjadinya krisis kepercayaan ini dapat memperburuk stabilisasi perekonomian nasional. Karenanya untuk mencegah terjadinya krisis kepercayaan yang berdampak pada aspek psikologis masyarakat, ada beberapa konsep baru dalam pengembalian dan peningkatan krisis kepercayaan (Return & Developing of Trust). Konsep ini disebut dengan Konsep Personal & Social Strength atau Konsep Ketangguhan Pribadi & Sosial untuk sebuah lembaga.

Konsep Personal Strength

Sebagai salah satu pilar penting jejaring pengaman keuangan, LPS harus memiliki tujuan dan sasaran yang jelas. Tujuan yang bisa disebut sebagai misi inilah yang nantinya akan mengantarkan suatu lembaga atau kelompok menuju progress yang jelas. Misi utama LPS adalah menjamin simpanan para nasabah perbankan dalam rangka menjaga kepercayaan serta image baik perbankan di kalangan nasabah. Penetapan misi atau Mission Statement yang jelas ini berpengaruh terhadap kinerja lembaga itu sendiri.

Seperti yang kita ketahui tentang Century Gate. Bank yang dikatakan kecil dan tidak akan menimbulkan masalah besar apabila ijin operasi usahanya dicabut ini ternyata menimbulkan kontroversi. Banyak pihak terkait yang berbeda pandangan dalam mengatasi kondisi bank ini. Namun pada akhirnya, pertanggungjawaban kembali diserahkan kepada LPS sebagai pihak penjamin simpanan para nasabah dan juga sebagai lembaga yang melakukan penyelesaian maupun penanganan bank sebelum dinyatakan sebagai Bank Gagal. Di tahun 2010, Bank Century yang berganti nama menjadi Bank Mutiara mulai sehat kembali dan menunjukkan perkembangan serta peningkatan yang signifikan setelah diakuisi oleh LPS.(Tempo, 2010) Hal ini tidak terlepas dari ketangguhan misi (Mission Strength) yang telah ditetapkan oleh LPS.

Dengan misi yang jelas, sebuah lembaga dapat membangun suatu karakter tersendiri. Namun pembangunan karakter (Character Building) tidaklah cukup hanya dimulai dan diakhiri dengan penetapan misi saja. Penerapannya perlu dilakukan secara kontinyu dan konsisten sepanjang tugas LPS masih diemban. Proses seperti ini adalah langkah penyelarasan antara nilai LPS sebagai lembaga penjamin simpanan dengan misi yang telah ditetapkannya.

Di tahun 2010 ini contoh dari pembangunan karakter yang telah berhasil dicapai oleh LPS yakni dapat mengembalikan citra LPS dimata masyarakat sebagai lembaga penjamin simpanan nasabah yang seutuhnya bekerja sesuai Undang-Undang dan prinsip kerja lembaga, pasca Century Gate. Bank Mutiara berkembang dengan baik menggantikan tempat Bank Century, seperti perkataan Kepala Eksekutif LPS, Firdaus Djaelani, "program penyehatan yang kami lakukan berjalan " . (Tempo, 2010)

Terlepas dari hal tersebut, kepercayaan bukanlah pemberian masyarakat secara cuma-cuma, namun merupakan upaya hasil timbal balik dari masyarakat karena lembaga bersangkutan telah menunjukkan integritasnya. Implementasinya LPS harus benar-benar menerapkan prinsip-prinsip kerjanya yakni dalam penjaminan, manajemen risiko, hukum, keuangan, penyelamatan, likuidasi, dan administrasi. Selain dari pembangunan karakter yang bisa menentukan nilai suatu lembaga di mata masyarakat itu, pengendalian juga merupakan aspek penting yang mendukung suatu fungsi sebuah lembaga. Pengendalian atau Controlling berperan besar dalam aktivitas suatu lembaga, mengapa demikian? Karena pengendalian merupakan salah satu manifestasi dari sikap disiplin terhadap suatu kinerja. Tujuan akhir dari pengendalian yang dilatih dan dilambangkan oleh LPS dengan sistem kinerja yang teratur nantinya adalah untuk mencapai sebuah keberhasilan atas misi dan tujuannya, terutama pada saat terjadi krisis, baik krisis moneter ataupun krisis kepercayaan.

Konsep Social Strength

Di bulan Maret 2010, terjadi kembali permasalahan pada nasabah korban dari PT. Antaboga Deltasekuritas. Permasalahan yang dipicu oleh dua pilihan sumber pengembalian dana nasabah yang direkomendasikan pemerintah ini, menimbulkan pro dan kontra mengenai peran dan integritas LPS sebagai Lembaga Penjamin Simpanan nasabah perbankan. Rekomendasi senilai Rp1,4 triliun pertama-tama dialokasikan melalui APBN atau melalui pengembalian aset Bank Century baik di dalam maupun luar negeri. Namun hal ini kurang disambut baik oleh nasabahnya. Mereka meminta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk bertanggung jawab karena secara otomatis hak dan kewajiban pengembalian dana nasabah beralih kepada LPS itu sendiri.

Dalam hal ini pemerintah dan LPS mempunyai hubungan yang saling membutuhkan. Untuk membangun perekonomian nasional melalui aspek yang dominan yakni perbankan, pemerintah harus benar-benar memutuskan kebijakan terbaik berkaitan dengan dunia perbankan maupun dengan para nasabahnya. Untuk itu diperlukan adanya Strategic Collaboration atau bisa kita sebut dengan sinergi. Sinergi adalah kerjasama antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang lain; atau dengan kelompok lain yang sangat menjunjung tinggi perbedaan pendapat serta kemajemukan kelompok. (Ary Ginanjar, 2005) Sinergi juga merupakan penyaluran aspirasi dari kehendak bebas segala sesuatu yang bersifat individu.

Untuk menghadapi krisis global di era yang rumit ini, hendaknya pemerintah beserta lembaga-lembaga dibawah pengelolahannya (termasuk LPS) saling berinteraksi dengan lebih transparan, dan bekerjasama dengan solid untuk menciptakan investasi kepercayaan di berbagai pihak terutama masyarakat. Jika hubungan kepercayaan terjadi, maka komitmen untuk melaksanakan tugas sesuai peraturan-peraturan yang ditetapkan akan semakin mudah dilaksanakan dan terciptalah investasi komitmen. Dari sinilah landasan kooperatif menjadi positif dan kondusif bagi terciptanya sebuah sinergi. Pondasi untuk melakukan langkah aliansi berikutnya dengan orang lain pun dibutuhkan yakni dengan investasi kredibilitas, sehingga benih kepercayaan baru akan tertanam di dalam masyarakat.

Disisi lain, keberhasilan tidak hanya akan dibawa dengan berkelompok saja, namun cara berinteraksi antar anggota dalam suatu lembaga pun memegang peranan yang penting. Apabila hubungan kelompok tidak didasari hubungan kemanusiaan yang tulus, maka hubungan itu hanyalah berdasarkan struktur organisasi atau program kerja semata. Oleh karena itu, hendaknya para anggota LPS kembali pada visi dan misi awalnya untuk mengemban amanah dari pemerintah Indonesia sebagai Lembaga yang memiliki integritas, kredibilitas, serta tingkat kepercayaan yang tinggi dari para nasabah yang dijaminnya.

Dengan aplikasi total atau Total Action yakni teamwork, penggunaan akses atau jaringan yang tepat, pengaturan modal (kekuatan finansial) yang cermat, serta keahlian yang mumpuni hendaknya LPS sendiri mampu menciptakan sinergi yang dapat membuat para nasabah dapat membaca kondisi yang terjadi berkaitan dengan keuangan nasional dan tidak menimbulkan adu prasangka negatif terhadap kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan pemerintah dan pihak LPS sendiri.

Kesimpulan

LPS merupakan lembaga yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas dunia perbankan. Hal ini dikarenakan oleh berbagai kasus yang terjadi pasca krisis moneter dan menyebabkan kepercayaan nasabah menurun terhadap kredibilitas perbankan. Untuk itu LPS sebagai badan hukum mengemban tugas besar dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

Dengan konsep Personal & Social Strength, LPS diharapkan dapat membangun kembali semangat para anggotanya untuk berupaya dalam pengembalian dan peningkatan kepercayaan (Return & Developing of Trust) masyarakat terutama nasabah. Terdapat beberapa strategi untuk hal itu yakni penetapan misi atau Mission Statement , pembangunan karakter atau Character Building, Pengendalian atau Controlling, sinergi atau Strategic Collaboration, dan yang terakhir adalah aplikasi total atau Total Action.