Saluran yang dilalui oleh aliran informasi adalah
sangat penting ketika kita memasuki kelompok-kelompok yang lebih dari dua atau
tiga orang. Cara sebuah kelompok menata dirinya akan menentukan kemudahan dan
kemampuan dimana angggota-anggotanya dapat menyampaikan informasi.
Jaringan
Kerja Formal Kelompok Kecil
Sebagian besar studi tentang jaringan kerja
komunikasi telah dilakukan dalam kelompok yang dibuat dalam setting sebuah
laboratorium. Akibatnya,kesimpulan dari penelitian cenderung terhambat oleh
setting buatan tersebut dan terbatas untuk kelompok kecil. Tiga tipe umum
jaringan dengan kelompok kerja yang kecil ditunjukkan dalam Peraga 9-2 yang
terdiri atas rantai jaringan, roda dan semua saluran. Rantai dengan kaku
mengikuti rantai perintah formal. Jaringan roda komunikasi berjalan bergantung
kepada pimpinan yang bertindak selaku pemimpin bagi seluruh komunikasi kelompok
tersebut. Saluran utama memungkinkan seluruh anggota kelompok untuk
berkomunikasi secara aktif satu sama lainnya. Saluran utama jaringan kerja
sering dikarakteristikkan dalam pelatihan oleh satuan kerja pemecahan masalah,
dimana seluruh anggota kelompok bebas untuk berpartisipasi.
Keefektifan dari setiap model jaringan kerja
tergantung pada tujuan masing-masing kelompok. Contohnya, jika kecepatan
merupakan hal yang diutamakan, maka jaringan kerja roda dan jaringan kerja
semua saluran menjadi yang peling efektif. Untuk ketepatan, pilihlah jaringan
kerja rantai atau roda. Jaringan kerja roda adalah pilihan terbaik untuk
memungkinkan para pemimpin untuk menjadi yang terdepan. Dan jika kepuasan
anggota yang diutamakan, maka jaringan kerja saluran utama adalah yang terbaik dan
roda adalah yang terburuk. Yang penting adalah bahwa tidak ada satupun jaringan
kerja menjadi yang terbaik pada semua kesempatan.
Peraga 9-2
3 Macam jaringan kerja pada kelompok kecil yang
umum.
Jaringan
Komunikasi Kelompok Informal
Sistem komunikasi formal bukan satu-satunya sistem
komunikasi dalam kelompok atau organisasi. Ada juga sistem komunikasi informal,
dimana informasi mengalir seiring dengna isu-isu yang populer dan gosip yang
berkembang.
Sebuah penelitian klasik tentang isu dilakukan 40
tahun yang lalu. Peneliti menyelidiki pola komunikasi diantara 67 orang dalam
jajaran manajemendi sebuah perusahaan industri kecil. Pendekatan dasar yang
digunakan adalah mempelajari bagaimana setiap penerima informasi pertama kali
menerima sebuah informasi dan kemudian menelusurinya kembali ke sumbernya.
Ditemukan bahwa meskipun isu merupakan sumber informasi yang penting, hanya 10%
dari para eksekutif tersebut yang mau
menjadi perantara dalam memberikan informasi tersebut ke lebih dari satu orang.
Sebagai contoh, ketika seorang eksekutif memutuskan untuk mengundurkan diri
guna bergabung dalam bisnis asuransi, dari 81% eksekutif yang mengetahui hal
tersebut, hanya 11% yang menyampaikan informasi ini kepada rekan-rekannya yang
lain.
Ada dua kesimpulan lain dari penelitian ini yang
patut diperhatikan. Pertama informasi tentang hal yang menyangkut kepentingan
imum cenderung mengalir diantara kelompok fungsional utama (bagian produksi,
bagian penjualan) dan bukan di dalam masing-masing bagian itu sendiri. Kedua,
tidak ada bukti yang menguatkan bahwa suatu kelompok secara konsisten bertindak
sebagai perantara informasi, ada kecenderungan jenis informasi, yang berbeda
disampaikan oleh perantara yang berbesa pula.
Sebuah upaya untuk mengulang penelitian ini
dikalangan pegawai pada sebuah kantor pemerintahan uga menemukan bahwa hanya
10% dari pegawai yang bertindak sebagai penyampai informasi. Penemuan in
menarik, karena penerapan ulang tadi mencakup spektrum yang lebih luas,
mencakup pegawai dan staf manajerial. Namun, arus informasi di kantor
pemerintahan tersebut bergerak di dalam kelompok
fungsional dan bukan di antara berbagai
kelompok fungsional. Diasumsikan bahwa
variasi ini boleh jadi muncul karena perbandingan sampel kelompok eksekutif
saja atas sampel yang juga melibatkan pegawai biasa. Para manajer, misalnya sangat
mungkin merasa lebih tertekan ketika terus-menerus mendapat arus informasi lalu
kemudian berinteraksi dengan orang-orang yang berada diluar kelompok fungsional
mereka. Juga, berbeda dengan sejumlah penemuan dari permulaan penelitian ini.
Pengulangan penelitian tersebut
menemukan bahwa sekelompok orang konsisten bertindak sebagai penyampai
informasi di kantor pemerintahan tersebut.
Apakah informasi yang berupa isu dapat dikatakan
akurat? Bukti memperlihatkan bahwa sekitar 75% dari informasi yang dibawa itu
benar. Tetapi kondisi seperti apakah yang mendukung isu tersebut aktif? Apa
yang menyebabkan rumor selalu beredar?
Sering diasumsikan bahwa rumor muncul karena
biasanya menyebabkan adanya gosip yang menarik. Hal in jarang terjadi. Rumor
muncul sebagai respons terhadap terhadap situasi-situasi yang penting bagi
kita, dimana ada ambiguitas, dan
kondisi yang memunculkan kekhawatiran.
Kenyataannya suasana kerja sering mencakup 3 unsur ini yang menyebabkan rumor berkembang
di organisasi. Kerahasiaan dan persaingan yang biasanya ada di
organisasi-organisasi besar−sekitar permasalahan pengangkatan pemimpin baru,
pemindahan kantor, keputusan pengurangan tenaga kerja, dan penggabungan kembali
tugas-tugas kerja−menciptakan kondisi yang mendorong dan berkembangnya rumor
pada pembicaraan slentingan. Suatu rumor akan terus bertahan hingga keinginan
dan harapan yang menciptakan ketidakmenentuan dibalik rumor tadi dapat
dipenuhi, atau hingga tingkat kekhawatiran berkurang.
Apa yang dapat kita simpulkan dari diskusi diatas?
Tentu saja, ppembicaraan slentingan merupakan suatu bagian yang penting dari
kelompok atau organisasi mana saja dan dapat dimengerti. Pembicaraan slentingan
membantu para manajer dalam mengidentifikasi apa saja isu yang dianggap penting
oleh para karyawan dan yang menombulkan kekhawatiran. Oleh karenanya,
pembicaraan slentingan berfungsi sebagai penyaring dan mekanisme umpan-balik,
untuk memilih isu-isu yang dianggap relevan bagi karyawan. Bsgi para karyawan,
pembicaraan slentingan sungguh berharga guna menerjemahkan komunikasi formal
mereka ke jargon kelompok mereka sendiri. Mungkin lebih dari itu, dari sudut
pandang manajerial mungkin sekali dilakukan analisis terhadap informasi dari
pembicaraan slentingan dan memperkirakan arusnya, meskipun hanya sejumlah kecil
orang (sekitar 10%) yang secara aktif menyampaikan informasi ke lebih dari 1
orang. Dengan mencermati pihak perantara mana yang akan menganggap suatu
informasi itu relevan, maka kita dapat meningkatkan kemampuan kita dalam
menjelaskan dan memperkirakan pola pembicaraan slentingan.
Hambatan Komunikasi yang Efektif
Sejumlah hambatan dapat memperlambat atau mengacaukan
komunikasi yang efektif. Dalam bagian ini kita akan menyoroti enam dari hambatan-hambatan
tersebut.
Penyaringan (Filtering)
Penyaringan mengacu pada manipulasi informasi secara
sengaja oleh pengirim berita sehingga informasi tersebut akan tampak lebih
menyenangkan bagi penerima informasi. Sebagai contoh ketikaseorang manajer memberitahukan
kepada atasannya tentang apa yang menurutnya ingin didengar oleh atasannya,
berarti ia telah melakukan penyaringan.
Persepsi
Selektif
Kita telah menyinggung tentang persepsi selektif
dalam buku ini. Permasalahan ini muncul lagi karena si penerima informasi,
dalam proses komunikasi, melihat dan mendengar sesuatu dengan selektif
berdasarkan pada kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan
karakteristik kepribadian lainnya. Penerima informasi juga dipengaruhi oleh
kepentingan dan harapan-harapannya dalam proses komunikasi ketika ia
menerjemahkan informasi. Pewawancara kerja yang mengharapkan calon karyawati
yang mengutamakan keluarga diatas karier cenderung melihat prioritas tersebut
pada calon karyawati, tidak peduli apakah calon karyawati tersebut berpikiran
demikian atau tidak. Sebagaimana yang telah diutarakan dalam Bab 3, kita tidak
melihat realitas melainkan menafsirkan apa yang kita lihat dan menyebutnya
sebagai realitas
Gaya Gender
Laki-laki dan perempuan menggunakan komunikasi lisan
untuk alasan yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, jenis kelamin menjadi
hambatan bagi komunikasi yang efektif antara kedua jenis kelamin tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria menggunakan
bahasa lisan untuk menekankan status, sedangkan wanita menggunakannya untuk
menciptakan suatu hubungan. Maksudnya adalah, pria berbicara dan mendengar
bahasa status dan kemandirian. Sedangkan wanita berbicara dan mendengar bahasa
hubungan dan keakraban. Jadi, bagi banyak pria, percakapan lisan merupakan alat
utama untuk menjaga kemandirian dan status dalam hierarki sosial. Bagi banyak
wanita, percakapanlisan merupakan bentuk negosiasi untuk saling mendekatkan
hubungan yang dengannya orang berupaya untuk mencari dan memberi informasi dan
dukungan. Sebagai contoh, pria seringkali mengeluh bahwa wanita selalu berbicara tentang problem
mereka. Wanita mengkritik pria atas sikap tak mau mendengarkan suatu
permasalahan, mereka ingin menegaskan keinginan mereka untuk bisa mandiri dan
berkuasa dengan jalan memberi solusi-solusi. Di pihak lain suatu cara untuk
meningkatkan kedekatan pada seseorang. Wanita mengetengahkan permasalahan untuk
mendapatkan dukungan dan hubungan, dan bukan untuk mendapatkan nasihat kaum
pria.
Emosi
Perasaan penerima informasi pada saat menerima pesan
komunikasi akan mempengaruhi cara dia menafsirkannya. Pesan yang sama yang
diterima tatkala anda sedang marah atau bingung akan ditafsirkan berbeda ketika
anda sedang senang. Emosi-emosi yang ekstrem seperti perasaan senang atau
perasaan tertekan sangat berkecenderungan menghambat komunikasiyang efektif.
Dalam kejadian-kejadian seperti itu, kita cenderung untuk tidak mempedulikan
rasio dan cara berpikir kita yang objektif lalu menggantikannya dengan
penilaian yang emosional.
Bahasa
Kata-kata mempunyai arti yang berbeda bagi orang
yang berbeda pula. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya adalah tiga dari
sekian banyak lagi variabel yang jelas mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh
seseorang dan definisi yang diberikannya terhadap kata-kata. Bahasa William F.
Buckley Jr., jelas-jelas berbeda dari bahasa pekerja pabrik yang hanya
memperoleh ijasah SMU. Orang yang disebut terakhir ini tak ayal menemui
hambatan dalam memahami kosa kata Buckley. Di sebuah perusahaan, para karyawan biasanya
berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Lebih lanjut lagi nantinya
pengelompokan karyawan ke dalam berbagai departemen menyebabkan adanya para
spesialis yang membuat jargon mereka sendiri atau bahasa teknis. Di
organisasi-organisasi yang besar, para anggotanya sering tersebar luas secara
geografis bahakn beroperasi di negara yang berbeda-beda. Orang-orang di setiap
tempat akan menggunakan istilah dan frase-frase yang hanya ada di tempat
mereka. Keberadaan jenjang vertikal juga dapat menyebabkan kendala bahasa.
Sebagai contoh, perbedaan arti dari kata intensif
dan quota di dapati dalam tingkatan yang berbeda dalam manajemen. Para
manajer tingkat atas kadang-kadang berbicara tentang kebutuhan akan intensif
dan quota, namun istilah-istilah ini menyiratkan adanya manipulasi dan
menyebabkan ketidaksenangan di kalangan manajer tingkat bawah.
Permasalahannya adalah bahwa meskipun anda dan saya
berbicara dengan bahasa umum, yaitu bahasa Inggris, namun penggunaan kita terhadap
bahasa tersebut sangatlah tidak sama. Jika kita tahu bagaimana diri kita
memodifikasi bahasa, maka kesulitan-kesulitan komunikasi dapat diminimalkan.
Masalahnya adalah bahwa para anggota suatu organisasi biasanya tidak tahu bagaimana
orang yang mereka ajak berinteraksi telah memodifikasi bahasanya. Para pengirim
informasi cenderung berasumsi bahwa kata-kata dan istilah-istilah yang mereka
gunakan memiliki arti yang sama dengan yang dipahami oleh penerima informasi.
Asumsi ini sering tidak tepat.
Petunjuk
Nonverbal
Di awal kita telah menyinggung bahwa komunikasi nonverbal
merupakan cara yang penting bagi orang untuk menyampaikan pesan. Namun,
komunikasi nonverbal hampir selalu diiringi dengan komunikasi lisan. Selama
bersesuaian, keduanya akan saling menguatkan. Kata-kata pimpinan saya menunjukkan
bahwa dia marah, nada suara dan gerakan tubuhnya menunjukkan kemarahan, jadi
saya dapat menyimpulkan secara tepat, bahwa dia sedang marah. Namun demikian,
ketika petunjuk nonverbal tidak
bersesuaian dengan pesan lisan, maka penerima informasi akan bingung dan pesan
akan menjadi tidak jelas.